Apa peranan Indonesia di PBV?


Mungkin peran\a sebagai berikut:
Awal pekan ini, Indonesia berhasil terpilih
sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB pada pemilihan yang
dilakukan Majelis Umum PBB melalui
pemungutan suara, dengan perolehan 158
suara dukungan dari keseluruhan 192
negara anggota yang memiliki hak pilih.
Wajar bila delegasi RI untuk PBB yang
dipimpin Duta Besar Rezlan Ishar Jenie
bergembira mendapat ucapan selamat dari
para kolega di ruang sidang Majelis Umum,
Senin (16/10) lalu. Ini merupakan kali
ketiga Indonesia ditunjuk sebagai anggota
Dewan Keamanan PBB setelah periode
1974-1975 dan 1995-1996.
Mulai 1 Januari 2007, sebagai anggota
Dewan Keamanan PBB selama dua tahun,
Indonesia diberi kehormatan bersama-sama
dengan lima negara besar (AS, Inggris,
Prancis, China, Rusia) dan sembilan negara
lain untuk memutuskan upaya-upaya
mengatasi setiap konflik besar yang
mengundang perhatian internasional.
Masalahnya, tidak seperti kelima negara
besar tersebut, Indonesia bersama sembilan
negara terpilih hanya berstatus sebagai
anggota tidak tetap. Jadi, muncul pesimisme
apa pun rancangan resolusi yang diusulkan
anggota tidak tetap, usulan tersebut akan
sia-sia bila ternyata diveto oleh salah satu
dari lima anggota tetap tersebut. Namun,
Indonesia jangan terjebak oleh “potensi
kesia-siaan” tersebut dan sebaliknya harus
memanfaatkan peluang dari statusnya
sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB.
Maka yang menjadi pertanyaan saat ini
adalah apa keuntungan bagi Indonesia
sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dan
sampai seberapa jauh Indonesia bisa
memanfaatkan keuntungan itu?
Satu keuntungan yang paling menonjol dari
penunjukan sebagai anggota Dewan
Keamanan PBB adalah meningkatnya citra
Indonesia dalam perpolitikan dan keamanan
dunia. Menteri Luar Negeri Hassan
Wirajuda dan jajaran Deplu boleh
berbangga bahwa penunjukan sebagai
anggota baru Dewan Keamanan PBB
merupakan “cerminan pengakuan
masyarakat internasional terhadap peran
dan sumbangan Indonesia selama ini dalam
upaya menciptakan keamanan dan
perdamaian baik pada tingkat kawasan
maupun global.”
Di sisi lain, Indonesia dapat “memberikan
warna” terhadap kerja Dewan Keamanan,
termasuk dalam menentukan prioritas,
pendekatan serta upaya reformasi kerja
Dewan Keamanan. Itu mengingat posisi
Indonesia sebagai salah satu anggota yang
mewakili kawasan Asia dan sekaligus wakil
dari negara berkembang dan berpenduduk
mayoritas muslim.
Statusnya sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB dapat menjadi
peluang bagi Duta Besar Rezlan dan para
diplomatnya untuk lebih mudah
menyampaikan kepentingan Indonesia ke
sesama anggota, terutama mereka yang
memiliki hak veto, dalam menyikapi
masalah-masalah keamanan dunia yang
selama ini menjadi perhatian utama
Indonesia, mulai dari perwujudan negara
Palestina merdeka hingga penerapan
kesepakatan perlucutan senjata nuklir.
Reformasi DK-PBB
Namun, yang patut ditunggu adalah
seberapa jauh para diplomat Indonesia nanti
dapat mengakomodasi kepentingan
Indonesia dan negara-negara berkembang
di Dewan Keamanan PBB, yang justru lebih
penting dari sekadar mengatasi konflik di
negara-negara lain, yaitu bagaimana
mereformasi Dewan Keamanan. Itu karena
Dewan Keamanan PBB sudah sejak lama
dikritik hanya milik lima negara anggota
tetap dengan mengabaikan peranan 10
anggota tidak tetap saat menghadapi
keputusan-keputusan penting, yang
ironisnya lebih banyak menyangkut negara-
negara berkembang.
Oleh karena itu, para pemimpin sejumlah
negara anggota PBB, termasuk Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2005
telah membentuk jaringan informal yang
menyerukan agar keanggotaan tetap Dewan
Keamanan PBB perlu diperluas, terutama
dengan mengikutsertakan satu atau dua
negara berkembang. Apalagi dalam lima
tahun terakhir, perang melawan terorisme
turut menjadi perhatian khusus Dewan
Keamanan PBB.
Ironisnya, tidak ada satu pun negara
muslim atau negara yang memiliki
penduduk muslim terbesar memiliki
peranan signifikan dalam dewan dunia
tersebut. Padahal, sasaran perang melawan
terorisme lebih sering terjadi di negara-
negara Islam sehingga memunculkan stigma
negatif yang berbahaya bahwa perang
melawan terorisme tiada bedanya dengan
perang antara Barat dengan Islam.
Singkat kata, masih ada ironi bahwa –
merujuk komposisi antara anggota tetap dan
tidak tetap – keanggotaan Dewan Keamanan
PBB belumlah merata dan mewakili aspirasi
semua negara. Maka ini menjadi tugas berat
bagi Duta Besar Rezlan menghapus ironi
tersebut dengan gencar melobi ke sesama
anggota demi terwujudnya reformasi Dewan
Keamanan PBB. Bila terwujud, keanggotaan
Indonesia di Dewan Keamanan PBB sungguh
membawa manfaat strategis tidak hanya
bagi Indonesia, namun juga bagi banyak
negara yang kepentingannya tidak terwakili
di lembaga keamanan dunia tersebut.



Bagaimana Pendapatmu ? Apakah jawaban diatas sudah cukup membantu tugas yang sedang kamu kerjakan? jangan lupa tulis pendapatmu di kolom komentar dibawah ini ya . jangan lupa tetap berkunjung ke website WIKITANIC.COM

Leave a Comment